Kakek Hakimi : Semangat Sumpah Pemuda (Bagian 1)

Kakek Hakimi

Dalam sebuah petualangan di Karawang, saya bertemu dengan seorang kakek guru yg eksentrik, bersemangat, dan cerdas di usianya yg menginjak 70 tahunan. Pertama kali saya melihat beliau adalah di sebuah laman Facebook yg memperlihatkan beliau sedang mengajar anak2 dengan ceria. Widih, unik juga nih ada kakek2 yg masih nyempetin ngajar, masih bisa konsentrasi, dan mengajar dengan benar. Orang2 menyebut dirinya dengan Kakek Hakimi, sesuai nama profil Facebook-nya. Saya langsung berniat untuk suatu saat berkunjung ke tempatnya.

Dengan ditemani beberapa teman dari Yayasan Sadamekar, suatu sore kami berangkat menggunakan motor dari Karawang Barat ke arah Cikampek, tempat kediaman beliau. Jarak perjalanan yg cukup jauh membuat kami membutuhkan waktu 1 jam untuk sampai di tempat tujuan. Kakek Hakimi ternyata beberapa kali pernah berangkat ke daerah Rawamerta dari Cikampek menggunakan motor sendirian dan menghabiskan waktu 2-3 jam perjalanan. Hal ini dilakukannya hanya agar bisa mengajar matematika dan kelas seni untuk anak2 di daerah Rawamerta. Hmm… niat mulia dengan semangat baja dan stamina yg luar biasa. Mendengar cerita ini saja sudah membuat saya kagum terhadap beliau.

Kami tiba di kediaman Kakek pada saat maghrib. Beliau menyambut kami dengan hangat lengkap menggunakan ikat kepala khas sunda yg selalu dipakainya. Saat pertama bertemu, saya cukup kikuk ketika ngobrol dengan Kakek karena beliau masih bisa aktif berbicara dengan baku dan suara yg lantang. Saya niatkan untuk bermalam di kediaman Kakek sambil ‘nyantrik’, bagaimana pengalaman beliau dalam hal pendidikan.

Agenda pertama Kakek dalam malam itu adalah mengajar salah satu teman untuk bermain biola. Beliau dengan piawai memainkan biola miliknya dan mencatat not angka lagu Happy Birthday pada sebuah papan tulis. Setelah menyetel suara biola yg lain menggunakan suatu alat khusus, beliau mengajak untuk memainkannya bersama. Suara biola mengalun halus memainkan lagu Happy Birthday diiringi beberapa not sumbang yg datang dari biola teman kami. Ternyata setiap lagu yg dimainkan, Kakek mengetahui not-nya berdasarkan feeling, dengan syarat Kakek harus tau irama dari lagu tersebut. Saya yg sedari dulu tidak bisa bernyanyi apalagi memainkan not hanya bisa menonton kepiawaian Kakek dalam bermusik.

Agenda kedua Kakek kemudian adalah mengajar saya mengenai metode Matematika Basis 10. Pertanyaan pertama yg dilemparkan kepada saya adalah mengapa 1+4 = 5 itu benar? Agak bingung dengan pertanyaan itu, saya hanya bisa berdehem. Kakek menanyakan hal itu kedua kalinya, dan saya balik bertanya apa maksudnya. Beliau kemudian menjawab 1+4 = 5 itu benar karena 5-4 = 1. Oh, maksudnya karena persamaan linear toh, saya baru ‘ngeh’. Kemudian Kakek bertanya lagi : 2+5 = berapa, dan saya pun menjawab 7, beliau mengulangi pertanyaanya lagi, dan saya pun kembali menyebutkan 7, ketiga kalinya beliau menanyakan hal yg sama, dan saya terdiam sebentar dan kembali menyebutkan 7. Benar! Barulah Kakek membenarkan jawaban saya. Beliau menjelaskan jika seorang anak ditanya berulang2 mengenai pertanyaan yg sama dan anak tersebut tidak yakin akan jawabannya sendiri, maka dia akan mengubah jawabannya meski jawaban awalnya adalah benar. Hmm… saya mulai melihat apa yg menjadi maksud dan tujuan Kakek.

Kemudian Kakek menulis beberapa angka berderet dalam 1 baris dan menempatkan titik2 berderet dalam 2 baris di bawahnya. Lalu beliau mengucapkan angka2 yg telah ditulisnya sambil mengisi titik2 di bawahnya : delapan, tujuh, lima belas, lima belas adalah enam; enam, delapan, empat belas, empat belas adalah lima; lima, enam, sebelas, sebelas adalah dua; dan seterusnya hingga angka ke-10 dalam 1 deret. Saya mencoba memahami apa yg ditulis dan dikatakan Kakek. Kemudian Kakek menghapus semua angka yg tadinya berupa titik2 dan langsung menantang saya untuk melakukan hal yg sama dengan yg telah ia tunjukkan. Beliau menyiapkan stopwatch-nya dan menekan tombol mulai ketika saya memulai mengucapkan angka2 tersebut persis seperti apa yg dikatakan Kakek sebelumnya. Alhamdulillah saya berhasil menjaga nama baik almamater saya dengan menyelesaikan deret angka itu dalam waktu 20 detikan.

Setelah itu Kakek menunjukkan beberapa pasangan angka : (S)atu dengan (S)embilan, (D)ua dengan (D)elapan, (T)iga dengan (T)ujuh, (E)mpat dengan (E)nam, dan (L)ima dengan (L)ima. Entah kebetulan atau direncanakan oleh pembuat Bahasa di Indonesia ini, ternyata setiap pasangan angka itu memiliki huruf awal yg sama. Dan yap, pasangan angka ini adalah pasangan Basis 10, artinya jumlah setiap pasangan angka di atas adalah 10. Metode Basis 10 yg digunakan secara umum untuk berhitung ini jika tidak salah biasanya didapatkan saat kita duduk di bangku SMA. Saya pribadi sering menggunakan bentuk basis lain, yaitu Basis 2 ketika mempelajari ilmu logika dan informatika komputer.

Dengan logika digit angka Basis 10, bukan hanya operasi penambahan dan pengurangan saja yg bisa dibuktikan kebenarannya, tetapi juga operasi perkalian dan pembagian. Berikut adalah contohnya :

258 x 56 = 14448

= [2]+[5] = 7; 7+[8] = 15 = 1+5 = {6} x ([5]+[6] = 11 = 1+1 = {2}); = [1]+[4] = 5; 5+[4] = 9; 9+[4] = 13 = 1+3 = 4; 4+[8] = 12 = 1+2 = {3}

= {6} x {2} = 12 = 1+2 = {3}; = {3}

Akhirnya, dibuktikan jika 3 = 3 (sama) dan hasil perkalian dinyatakan benar. Keterangan : angka di dalam [] adalah angka soal perkalian awal dan angka di dalam {} adalah angka yg selanjutnya diturunkan.

Tanpa ada maksud membuat bingung, tetapi Kakek memperkenalkan metode pendidikan matematika yg berkarakter. Maksudnya adalah dengan metode ini anak akan mempunyai rasa percaya diri dalam menyelesaikan soal berhitung, membuktikan kebenarannya, dan yakin akan kebenaran tersebut. Masalah yg sering terjadi pada anak2 yg baru mulai belajar matematika adalah kesulitan berhitung dan perasaan ragu2 saat melakukannya. Kesulitan dan perasaan ragu2 inilah yg kemudian membuat anak malas dan takut ketika berhadapan dengan matematika. Hal sepele semenjak usia TK dan SD inilah yg kemudian berlanjut menjadi ketakutan akut hingga si anak berusia remaja. Oleh karena itu, Kakek Hakimi mengubah metode pembelajaran matematika ini dengan konsep Basis 10 yg dibuat menyenangkan dan menantang.

Sosok Kakek yg eksentrik dan metode pengajarannya yg ceria sudah cukup membuat anak2 betah belajar bersamanya dibandingkan dengan mayoritas guru2nya di sekolah. Dengan tangan memegang stopwatch, Kakek mengajak anak2 tersebut untuk bersemangat memecahkan soal. Dengan komunikasi yg bersifat membangun dan tidak menekan, anak2 kemudian malah merasa tertantang untuk mengalahkan catatan rekor waktunya sendiri dalam berhitung. Kemudian dengan kebiasaan mengecek kebenaran jawaban sendiri, anak2 didikannya akan merasa yakin mempunyai nilai sempurna saat menyerahkan hasil berhitungnya. Inilah salah satu yg dimaksud dengan pendidikan berkarakter : menciptakan anak2 yg pemberani dan bersemangat melalui pelajaran matematika!

Bersambung ke Bagian 2…

2 komentar di “Kakek Hakimi : Semangat Sumpah Pemuda (Bagian 1)

Tinggalkan komentar